SOLO--MIOL: Kehadiran Pangeran Dalem Edwarsyah Pernong, Raja dari Paksi Pak Sekala Brak, Lampung Barat, menjadi salah satu keistimewaan dalam ulang tahun naik tahta atau tingalan jumenengan dalem ke-2, Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Pakoe Boewono XIII. Acara ini digelar di Sasana Andrawina, Keraton Surakarta Hadiningrat, Solo, Minggu (20/8).
Pasalnya, kehadiran Kombes Polisi Edwarsyah Pernong yang juga Kapolres Metro Jakarta Barat, ini tidak sendirian. Ia datang bersama para pejabat, hulubalang, dan prajurit serta panji-panji kebesaran kerajaannya.
Kehadiran Raja Paksi Buay Pernong ke XIII ke Keraton Surakarta ini pun lengkap dengan prosesi arak-arakan. Sang Raja berjalan dengan kawalan ketat para prajuritnya yang memainkan pencak silat bersenjatakan pedang.
Sesampainya di depan Kamandungan, rombongan Kerajaan Lampung Barat ini disambut salah satu kerabat Keraton, Kanjeng Pangeran Satryo Hadinogoro yang kemudian mengawalnya menuju sasana Andrawina, tempat prosesi tingalan jumenengan dilangsungkan.
Prosesi tingalan jumengan dalem Pakoe Boewono XIII yang dinobatkan pada 10 September 2004 itu tidak banyak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Suasana sakral terasa kental saat prosesi dimulai.
Prosesi ini diawali dengan keluarnya ratusan prajurit Keraton di halaman depan Andrawina. Setelah beberapa saat, pada waktu yang telah ditentukan, Pakoe Boewono XIII dengan pakaian kebesarannya dan diiringi sejumlah kerabat Keraton keluar (miyos) dari sasana Sewoko menuju kursi kebesarannya, dampar kencono, yang telah disiapkan di sebelah barat sasana Andrawina.
Setelah beberapa saat, prosesi dilanjutkan dengan acara pisowanan agung, saat para kerabat dan para abdi dalem keraton diperkenankan menghaturkan sembah kepada Pakoe Boewono XIII.
Usai menghaturkan sembah, para abdi dalem ini dengan tertib menempatkan diri di sekeliling sasana Andrawina untuk bersama-sama menyaksikan pagelaran tari bedhaya ketawang.
Tarian sakral yang dibawakan sembilan penari yang masih perawan ini merupakan ciptaan raja kerajaan Mataram pertama, Sultan Agung Hanyokrokusumo. Tarian ini merupakan manifestasi pertemuan antara raja-raja dari Dinasti Mataram dengan Ratu Pantai Selatan atau Nyi Roro Kidul.
Ada satu kepercayaan menarik yang berkembang di kalangan keraton. Mereka meyakini tarian bedhaya ketawang itu sebenarnya dibawakan oleh sepuluh orang penari. Tapi penari kesepuluh yang diyakini sebagai Nyi Roro Kidul itu hanya dapat terlihat oleh mereka yang memiliki keistimewaan, berupa indera keenam.
Tarian bedhaya ketawang ini sekaligus merupakan puncak dari prosesi tingalan jumenengan dalem. Usai menyaksikan tarian, Pakoe Boewono XIII bersama kerabat keraton lainnya kembali masuk ke sasana sewoko untuk makan bersama.
Selain prosesi dalam keraton, seperti tahun-tahun sebelumnya tingalan jumenengan dalem ini ditutup dengan sebuah acara kirab kereta pusaka.
Menurut kerabat keraton, Kanjeng Pangeran Satryo Hadinogoro, ada lima belas kereta yang akan diturunkan dalam kirab ini. Sepuluh di antaranya kereta pusaka milik Keraton. Yaitu Kyai Raja Peni, Kyai Manik Kumala, Kyai Kyai Garuda Kencono, Kyai Retno Sewoko, Kyai Morosebo, Kyai Retno Puspoko, Kyai Retno Pambagyo, Kyai Rara Kumenyar, Kyai Retno Juwito, dan Kyai Siswanda.
Pakoe Boewono akan menaiki Kyai Garuda Kencono lengkap dengan iringan 15 panyutra dan 18 orang prajurit keraton. (Sumber Media Indonesia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar