Senin, 22 Desember 2008

Raja Lampung Hadiri Ulang Tahun Naik Takhta PB XIII

SOLO--MIOL: Kehadiran Pangeran Dalem Edwarsyah Pernong, Raja dari Paksi Pak Sekala Brak, Lampung Barat, menjadi salah satu keistimewaan dalam ulang tahun naik tahta atau tingalan jumenengan dalem ke-2, Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Pakoe Boewono XIII. Acara ini digelar di Sasana Andrawina, Keraton Surakarta Hadiningrat, Solo, Minggu (20/8).

Pasalnya, kehadiran Kombes Polisi Edwarsyah Pernong yang juga Kapolres Metro Jakarta Barat, ini tidak sendirian. Ia datang bersama para pejabat, hulubalang, dan prajurit serta panji-panji kebesaran kerajaannya.

Kehadiran Raja Paksi Buay Pernong ke XIII ke Keraton Surakarta ini pun lengkap dengan prosesi arak-arakan. Sang Raja berjalan dengan kawalan ketat para prajuritnya yang memainkan pencak silat bersenjatakan pedang.

Sesampainya di depan Kamandungan, rombongan Kerajaan Lampung Barat ini disambut salah satu kerabat Keraton, Kanjeng Pangeran Satryo Hadinogoro yang kemudian mengawalnya menuju sasana Andrawina, tempat prosesi tingalan jumenengan dilangsungkan.

Prosesi tingalan jumengan dalem Pakoe Boewono XIII yang dinobatkan pada 10 September 2004 itu tidak banyak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Suasana sakral terasa kental saat prosesi dimulai.

Prosesi ini diawali dengan keluarnya ratusan prajurit Keraton di halaman depan Andrawina. Setelah beberapa saat, pada waktu yang telah ditentukan, Pakoe Boewono XIII dengan pakaian kebesarannya dan diiringi sejumlah kerabat Keraton keluar (miyos) dari sasana Sewoko menuju kursi kebesarannya, dampar kencono, yang telah disiapkan di sebelah barat sasana Andrawina.

Setelah beberapa saat, prosesi dilanjutkan dengan acara pisowanan agung, saat para kerabat dan para abdi dalem keraton diperkenankan menghaturkan sembah kepada Pakoe Boewono XIII.

Usai menghaturkan sembah, para abdi dalem ini dengan tertib menempatkan diri di sekeliling sasana Andrawina untuk bersama-sama menyaksikan pagelaran tari bedhaya ketawang.

Tarian sakral yang dibawakan sembilan penari yang masih perawan ini merupakan ciptaan raja kerajaan Mataram pertama, Sultan Agung Hanyokrokusumo. Tarian ini merupakan manifestasi pertemuan antara raja-raja dari Dinasti Mataram dengan Ratu Pantai Selatan atau Nyi Roro Kidul.

Ada satu kepercayaan menarik yang berkembang di kalangan keraton. Mereka meyakini tarian bedhaya ketawang itu sebenarnya dibawakan oleh sepuluh orang penari. Tapi penari kesepuluh yang diyakini sebagai Nyi Roro Kidul itu hanya dapat terlihat oleh mereka yang memiliki keistimewaan, berupa indera keenam.

Tarian bedhaya ketawang ini sekaligus merupakan puncak dari prosesi tingalan jumenengan dalem. Usai menyaksikan tarian, Pakoe Boewono XIII bersama kerabat keraton lainnya kembali masuk ke sasana sewoko untuk makan bersama.

Selain prosesi dalam keraton, seperti tahun-tahun sebelumnya tingalan jumenengan dalem ini ditutup dengan sebuah acara kirab kereta pusaka.

Menurut kerabat keraton, Kanjeng Pangeran Satryo Hadinogoro, ada lima belas kereta yang akan diturunkan dalam kirab ini. Sepuluh di antaranya kereta pusaka milik Keraton. Yaitu Kyai Raja Peni, Kyai Manik Kumala, Kyai Kyai Garuda Kencono, Kyai Retno Sewoko, Kyai Morosebo, Kyai Retno Puspoko, Kyai Retno Pambagyo, Kyai Rara Kumenyar, Kyai Retno Juwito, dan Kyai Siswanda.

Pakoe Boewono akan menaiki Kyai Garuda Kencono lengkap dengan iringan 15 panyutra dan 18 orang prajurit keraton. (Sumber Media Indonesia)

Jumat, 19 Desember 2008

Silat Kumango Akan Didemontrasikan di Liwa Lampung Barat


Perguruan Silat Kumango (Persikum) Batusangkar dibawah pimpinan Lazwardi Malin Marajo (Ar Malin) beserta sebanyak 16 orang pemuda dari kerajaan Paksi Buay Pernong, Liwa -Lampung Barat yang selama ini belajar silat ke Persikum Pagaruyung bertolak ke Liwa untuk menghadiri dan menampilkan pertunjukan pada acara peresmian Patung Kerajaan Liwa.

Daulat Raja Paksi di Liwa, Lampung Barat, Kombes Pol, Drs. Edward Pernong, SH yang sekarang menjabat Kapolres Jakarta Selatan mengundang pimpinan beserta sejumlah anggota perguruan Silat Kumango untuk menghadiri acara tersebut sekaligus mengisi acara peertunjukan yang sengaja untuk penampilan silat Kumango yang merupakan rujukan ilmu beladiri yang ada di Liwa.

Ditampilkannya silat Kumango oleh panitia tersebut, karena diantara kerajaan Paksi Buay Pernong di Liwa dengan silat Kumango punya pertalian sejarah yang selama ini sempat terputus, dan kini oleh Edward Pernong dirintis kembali dengan meningkatkan hubungan silaturahmi antara kedua pihak serta mengutus sebanyak 16 orang Punggawa kerajaan untuk belajar silat selama 3 bulan yang dibiayai lansung Daulat Raja Paksi.

Sebagaimana dikemukakan pimpinan Persikum, Lazwardi didampingi pimpinan Sanggar Limpapeh, Lesmandri sebelum berangkat ke Liwa, Kamis ini (13/07) mengatakan antara kerajaan Paksi dengan Persikum punya hubungan sejarah yang tidak bisa terlupakan, dimana Raja Paksi (kakek dari Edward, Daulat Raja Paksi sekarang) belajar dan mendalami silat Kumango kepada pendiri Silat Kumango, Shek Abdurahman Alkhalidi sampai Raja Liwa ini berhasil mendapatkan kepandaian Shekh yang ketingggian ilmunya mencapai setengah dewa atau sebahagian dari ilmu yang ada pada Shekh.

Karena pada masa kecilnya, Edwar Pernong pernah menerima pesan dari kakeknya yang memimpin kerajaan pada masa itu, antara lain meminta Edwar kelak melanjutkan hubungan dengan Persikum di kerajaan Pagaruyung, maka oleh Daulau Raja Paksi yang kini menjabat Kapolres Jakarta Selatan ini tahap pertama mengutus 16 orang Punggawa kerajaan belajar silat Kumango

Menurut Lesmandrai dengan terajutnya kembali buhul yang sempat terputus ini dan dengan kehadiran Persikum di Liwa ini, akan lebih terjalin hubungan silaturahmi antara kedua pihak, dan disisi lain keberangkatan Persikum ke Liwa Lampung Barat juga membawa misi memperkenalkan potensi Kabupaten Tanah Datar, Luhak Nan Tuo keluar daerah sebagai bentuk sumbangsih anak nagari.ungkapnya.

Sang Bumi Rua Jurai

'SANG BUMI RUWA JURAI' Itulah kalimat indah yang tertulis pada lambang resmi pemerintah daerah propinsi lampung, tapi kalimat tersebut tidak hanya sekedar indah namun mempunyai makna tersendiri bagi adat istiadat daerah tersebut.'Sang Bumi Ruwa Jurai' berarti satu tanah terdiri dua turunan atau terbagi dalam dua lingkungan masyarakat adat yaitu :1. Masyarakat adat Sai Batin2. Masyarakat adat Pepadun.Masyarakat adat Sai Batin pada umumnya berdomisili didaerah pesisir lampung, dimulai dari daerah Sekala Beghak, Ranau, Krui, Kota Agung (Semaka) dan Kalianda. Sedangkan masyarakat adat Pepadun berdomisili didaerah bagian tengah dari lampung seperti Abung, Manggala dan daerah Pubian.Perbedaan yang mendasar dari dua adat istiadat tersebut adalah mengenai status dan gelar seorang Raja adat.Bagi adat Sai Batin dalam setiap generasi (masa/periode) kepemimpinan hanya mengenal satu orang raja adat yang bergelar Sultan, hal tersebut sesuai dengan istilahnya yaitu Sai Batin artinya Satu Batin (satu orang junjungan). Seorang Sai Batin adalah seorang Sultan berdasarkan garis lurus sejak jaman kerajaan (keratuan) yang pernah ada di lampung sejak dahulu kala dan inilah yang disebut Sai Batin Paksi, sebagai keturunan langsung dari Keratuan Paksi Pak Sekala Beghak sejak jaman dahulu sebagai satu-satunya pemilik dan penguasa adat tertinggi dilingkungan paksi-nya.

Minggu, 14 Desember 2008

Gelar Dalam Kepaksian Pernong


Sumber lisan di Kapaksian Pernong dan juga keterangan tertulis serba ringkas mengenai gelar kebangsawanan dan gelar dalam fungsi adat telah diuraikan Sai Batin, pucuk pimpinan adat Paksi Pak Sekala Beghak.

Dalam adat Paksi Pak Buay Pernong, ada beberapa tingkatan gelar atau adok. Seluruh adok adalah mutlak anugerah dari Sai Batin. Anugerah diberikan atas dasar keturunan (nasab-silsilah) maupun karena jasa besarnya kepada Sai Batin atau Kepaksian Pernong.
Dalam adat Paksi Buay Pernong, gelar adat dalam berbagai tingkatan tidak “diperjualbelikan” melalui cara dan dengan alasan apapun. Kalaupun ada gelar yang dianugerahkan, merupakan mutlak hak prerogatif Sai Batin.
Meski demikian, sebenarnya Sai Batin mengambil keputusan bukan tanpa dasar dan menutup diri dari aspirasi bawah. Para Kepala Jukku berkewajiban menyusun akkat tindih (tingkatan) status anak buah yang akan diberi gelar. Akkat tindih itu kemudian dimusyawarahkan dengan Raja-raja Kappung Batin. Pengusulan pakkal ni adok ini harus menimbang gelar dari ayahnya (lulus kawai); cakak adok (naik tingkatan gelar) dan adanya pemekaran Jukkuan.
Hasil musyawarah diserahkan kepada Sai Batin melalui Pemapah Dalom /Pemapah Paksi untuk dimintakan persetujuan.
Apapun keputusan Sai Batin itulah yang harus diterima.
Dalam adat Kepaksian Pernong, gelar terdiri dari dua atau lebih suku kata yang berpedoman pada Pakkal Ni Adok dan pada Uccuk Ni Adok. Pakkal (pangkal) dari gelar merupakan kata inti dari gelar yang menunjukkan status atau tingkat kedudukan seseorang dalam Tatanan Adat Kepaksian Pernong.
Contohnya, gelar-gelar : Raja, Batin, Radin dan seterusnya. Sedangkan Uccuk (ujung) dari gelar menunjukkan identitas keturunan atau Jukkuan yang bersangkutan. Misalnya : Raja Batin II, artinya berasal dari Jukkuan Lamban Bandung.
Gelar Sultan hanya untuk Sai Batin. Melekat pula pada gelar Sultan adalah Pangeran dan Dalom. Permaisuri Sai Batin, bergelar Ratu. Dalam stratifikasi gelar yang berkait dengan jabatan (struktur) adat dalam masyarakat berturut-turut sebagai berikut :


SULTAN

RAJA

BATIN

RADIN

MINAK

KEMAS

MAS

Gelar tersebut berkaitan dengan status dan kedudukan yang bersangkutan dalam strata kehidupan masyarakat adat Paksi Buay Pernong. Gelar dapat memperlihatkan kedudukannya dalam masyarakat adat dimana ia tinggal. Seorang bergelar Raja, dia mempunyai anak buah yang tertata dalam suatu kelompok masyarakat adat yang disebut Jukku. Raja membawahi beberapa Batin, Radin, Minak, Kimas, Mas, dan seterusnya. Pada jalur perempuan, gelar itu setelah Ratu, adalah Batin-Radin-Minak-Mas-Itton.
Hanya, ada sedikit perbedaan gelar Raja dan gelar-gelar lain yang diberikan kepada keluarga Sai Batin yang tertata dalam Papateh Lamban Gedung, semacam “Sekretariat Negara”. Mereka ini memperoleh gelar karena adanya hubungan darah dengan Sai Batin. Karenanya, tidak membawahi langsung gelar-gelar dibawahnya. Sultan dalam menjalankan fungsinya dibantu oleh Pemapah Dalom, semacam perdana menteri, yang biasanya diangkat dari salah seorang paman atau adik Sultan. Para Pemapah Dalom/Pemapah Paksi bergelar Raja.
Gelar Raja oleh Sai Batin juga dianugerahkan kepada, Kepala Jukku; Putera Kedua Sai Batin; dan Menantu Tertua Laki-laki dari Sai Batin. Kepada menantu perempuan tertua memperoleh gelar Tidak Tudau atau Matudau (anak puteri mengikuti suaminya).
Masyarakat adat terkelompok dalam struktur sebagai berikut:
Jukku dipimpin Kepala Jukku bergelar Raja Sumbai dipimpin Kepala Sumbai bergelar Batin Kebu dipimpin Kepala Kebu bergelar Radin Lamban (Keluarga) dipimpin Kepala Keluarga atau Ghagah.(Sumber Paksi Buay Pernong Paksi Pak Sekala Brak)

Skala Brak, Asal Muasal Orang Lampung


Sekala Beghak, artinya tetesan yang mulia. Boleh jadi, kawasan ini dianggap sebagai kawasan tempat lahir dan hidup orang-orang mulia keturunan orang mulia pula. Sekala Beghak adalah kawasan di lereng Gunung Pesagi (2.262 m dpl), gunung tertinggi di Lampung. Kalau membaca peta daerah Lampung sekarang, Sekala Beghak masuk Kabupaten Lampung Barat. Pusat kerajaannya di sekitar Kecamatan Batu Brak, Kecamatan Sukau, Kecamatan Belalau, dan Kecamatan Balik Bukit. Di Lereng Gunung Pesagi itulah diyakini sebagai pusat Kerajaan Sekala Beghak yang menjadi pula asal usul suku bangsa Lampung.

Pengelana Tiongkok, I Tsing, pernah menyinggahi tempat ini, dan ia menyebut daerah ini sebagai “To Lang Pohwang”. Kata To Lang Pohwang berasal dari bahasa Hokian yang bermakna ‘orang atas’. Orang atas banyak diartikan, orang-orang yang berada atau tinggal di atas (lereng pegunungan, tempat yang tinggi). Dengan demikian penyebutan I Tsing “To Lang Pohwang” memiliki kesamaan makna dengan kata “anjak ampung”, sama-sama berarti orang yang berada atau tinggal di atas. Sedang atas yang dimaksud adalah Gunung Pesagi. (Sumber Paksi Buay Pernong Paksi Pak Sekala Brak)